Gerakan Literasi
Sekolah merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat
partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala
sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali
murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh
masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan
pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Gerakan Literasi
Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.
Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta
didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru
membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan
konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya
akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan
berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan
pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.
Dalam pelaksanaannya,
pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan asesmen agar dampak keberadaan
Gerakan Literasi Sekolah dapat diketahui dan terus-menerus dikembangkan.
Gerakan Literasi Sekolah diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku
kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan
menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan
Literasi lebih dari
sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan
sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di
abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. Ferguson
menjabarkan kom- ponen literasi informasi sebagai berikut:
1.
Literasi
Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan
kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan
informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi
(drawing) berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
2.
Literasi
Perpustakaan (Library Literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa
mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang keberadaan
perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada dasarnya
literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan
fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami
Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam
menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga
memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan
sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
3.
Literasi
Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media
yang berbeda, seperti media cetak, media
elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan
memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa dilihat di
masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu
jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang
pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan.
4.
Literasi
Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang
mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software),
serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami
teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam
praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di
dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyim- pan dan
mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak. Sejalan dengan
membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan
pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
5.
Literasi
Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media
dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar
dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan
bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita,
baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah terkelola
dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang
benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
6.
Literasi
yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk
berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya
sebagai warga negara global (global citizen).Dalam konteks Indonesia, kelima
keterampilan tersebut perlu diawali
dengan literasi usia dini yang mencakup fonetik, alfabet, kosakata, sadar dan
memaknai materi cetak (print awareness), dan kemampuan menggambarkan dan
menceritakan kembali (narrative skills). Pemahaman literasi dini sangat penting
dipahami oleh masyarakat karena menjamurnya lembaga bimbingan belajar
baca-tulis-hitung bagi batita dan balita dengan cara yang kurang sesuai dengan
tahapan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, perlu diberi perhatian terhadap
keberlangsungan pendidikan literasi usia dini berlanjut ke literasi dasar.
7.
Dalam
pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah,
guru, tenaga pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi
pengem- bangan komponen literasi peserta didik. Selain itu, diperlukan juga
pendekatan cara belajar-mengajar yang keberpihakannya jelas tertuju kepada
komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik terpajan dengan kelima
komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan
literasi visual. Sebagai langkah awal, dapat disimpulkan bahwa diperlukan perubahan
paradigma semua pemangku kepentingan untuk terciptanya lingkungan literasi ini.
Berikut ini beberapa dokumen yang dapat di Download sebagai bahan pengembangan Literasi Sekolah :
Sumber: GLN Kemdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar